Popular Post

Posted by : Rika Wijayanti Minggu, 19 Februari 2017

Muslim, Ateis, Muslim Lagi
oleh: Rika Wijayanti

Novel Kubah karangan Ahmad Tohari menceritakan tentang lika-liku kehidupan tokoh Karman, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, wanita, maupun politik. Tokoh yang baru saja kembali dalam agama dan masyarakatnya. Karman adalah seorang pria mantan tahanan politik (selama 12 tahun) yang baru terbebas dari pengasingannya di Pulau Buru. Keluar dari penjara membuatnya bingung harus pulang ke mana. Istrinya, Marni dengan terpaksa menikah dengan Parta karena alasan ekonomi. Ia juga khawatir dengan tanggapan warga desa Pegaten terhadapnya.
Karman sebagai tahanan politik terlibat dalam masalah kriminal yang serius, yaitu komunisme yang sangat ditentang di Indonesia. Masalah kriminalitas merupakan suatu kenyataan sosial yang tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, dan budaya sebagai fenomena yang ada dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam arti kriminologis, kejahatan adalah perilaku yang bersifat susila dan merugikan, menimbulkan banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak menyatakan penolakannya. Hal inilah yang menyebabkan kekhawatiran Karman. Ia takut tidak diterima lagi di desanya karena status bekas tahanan politiknya.
Akhirnya Karman memutuskan untuk pulang ke rumah kakaknya dan siapa sangka, justru ia mendapat sambutan hangat dari penduduk dan tetangganya, bahkan juga anaknya yang bernama Rudio. Karman sempat menyaksikan anak gadisnya, Tini menikah dengan Jabir, pemuda yang berasal dari keluarga Haji Bakir yang sebelumnya pernah ia benci akibat lamarannya ditolak.
Dulu, keluarga Karman termasuk orang kaya karena ayahnya bekerja sebagai pegawai gubermen atau biasa disebut mantri di sebuah kota kecamatan. Namun, keadaan berubah ketika Jepang mengambil alih Indonesia dari Belanda. Desa Pegaten mengalami kemarau panjang dan hasil panen para warga direbut oleh tentara Jepang, maka warga hanya dapat makan ubi saja. Ayah Karman yang tidak terbiasa makan ubi kemudian menukarkan sawahnya dengan beras kepada haji Bakir. Lama-lama hartanya pun habis. Keluarga Karman menjadi miskin, apalagi ketika ayahnya meningal, ia harus bekerja menghitung hasil panen kelapa di rumah Haji Bakir demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Ayah Karman sebagai seorang mantri termasuk dalam golongan priyayi. Ia merasa tidak pantas melakukan pekerjaan kasar seperti menggarap sawah sendiri. Ahmad Tohari menampilkan realita lain di masyarakat. Penggolongan masyarakat menurut status sosialnya terbagi menjadi golongan bangsawan (priyayi), pemimpin adat, pemimpin agama, dan rakyat biasa. Kedudukan para priyayi ini dimanfaatkan untuk kepentingan kolonial pada masa itu.
Ketika dewasa, Karman jatuh hati pada Rifah, tetapi lamarannya ditolak oleh Haji Bakir. Hal ini membuat Karman marah dan dendam. Saat itu ia juga sedang kesulitan mencari pekerjaan. Kesempatan ini lalu dimanfaatkan dengan baik oleh Margo, antek partai komunis (Partindo) untuk menjauhkan Karman dari orang-orang di sekitar yang dapat menghambat tujuannya. Karman memang dari awal sudah dibidik agar mau masuk partai. Karman dijejali dengan pandangan-pandangan komunis. Ia diberi pekerjaan yang baik sebagai pegawai kecamatan. Sewajarnya, lulusan SMP seperti Karman belum bisa menjadi pegawai, tetapi berkat bantuan Margo, semuanya menjadi mungkin. Orang-orang partai juga mengetahui kegagalan Karman dalam memiliki Rifah, lalu mereka memberi solusi dengan menawarkan Marni yang kelak menjadi istrinya dan melahirkan tiga orang anak.
Diceritakan bahwa tokoh Karman adalah seorang muslim yang berubah menjadi seorang ateis. Sebenarnya, ada kesalahpahaman di sini. Ateisme tidak sama dengan komunisme. Seorang ateis bisa saja memiliki pandangan liberal, sekuler, kapitalis, atau komunis. Ateisme adalah ketidakpercayaan terhadap keberadaan Tuhan, sedangkan komunisme adalah paham yang menolak kepemilikan barang pribadi dan beranggapan bahwa semua barang produksi harus menjadi milik bersama. Salah satu penyebab dihubung-hubungkannya ateisme dan komunisme adalah kata-kata Karl Marx “Agama adalah candu bagi massa rakyat”. Kesan bahwa komunis itu ateis juga disebabkan oleh tindakan terhadap kehidupan beragama yang banyak terjadi di negara-negara komunis.
Di Indonesia, cap ateis pada komunis dan sebaliknya merupakan hasil propaganda rezim Orde Baru yang ingin melenyapkan partai besar secara instan dalam jangka panjang. Guna mendapatkan dukungan kelompok agama, maka rezim Orde Baru mempropagandakan bahwa komunis adalah ateis, musuh agama, sehingga harus diberantas dari Indonesia. lebih dari satu juta orang dibunuh, jutaan lainnya dirampas harta benda dan hak-hak sipilnya, dipenjara tanpa pengadilan, dibuang ke Pulau Buru akibat kampanye antikomunis di tahun 1960an.
Dalam novel Kubah, Ahmad Tohari juga lebih condong ke pandangan Karl Marx, bahkan ia mencantumkan kata-kata Karl Marx tersebut dalam novelnya. Dari penjelasan sebelumnya kita dapat memahami mengapa Tohari berpandangan demikian. Kurang lebih karena cap ateis pada komunis yang dipropagandakan oleh Orde Baru. Di Indonesia, penguasa dapat dengan mudah membentuk opini publik.
Setelah menjadi anggota partai Partindo, Karman harus menerima kenyataan bahwa partai komunis gagal dalam melakukan kudeta. Ia dicari oleh alat keamanan negara (polisi, TNI). Karman meninggalkan keluarganya dan bersembunyi di kuburan lebih dari satu bulan. Hanya karena ia sakit perut terpaksa keluar dari persembunyiannya dan akhirnya ditangkap penduduk.
Peralihan orde Lama ke Orde Baru diwarnai oleh peristiwa kekacauan politik tahun 1965. Peristiwa yang dipicu konflik di tubuh Angkatan Darat (AD) itu menyeret nama Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang penculikan dan pembunuhan tujuh perwira AD pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Peristiwa tragedi kemanusiaan di Lubang Buaya itu kemudian diikuti oleh aksi balas dendam berupa penangkapan dan pembunuhan atas anggota, simpatisan PKI. PKI telah lama diidentikkan sebagai partai berideologi komunisme yang ateis. Identitas ketidakbertuhanan orang-orang PKI ini kemudian menjadi alat pembenaran bagi kalangan kelompok beragama untuk membunuh, memusnahkan, dan mengucilkan orang-orang yang dituduh PKI.
Dua belas tahun kemudian, Karman bebas dari pulau B. Tanda bahwa Karman telah diterima di desanya kembali adalah kepercayaan yang diberikan kepada Karman untuk membangun kubah masjid desanya. Tadinya Karman sebagai bekas PKI pesimis untuk kembali ke desanya karena ia takut tidak diterima, tetapi kenyataan berkata lain hingga Karman merasa menemukan sesuatu yang hilang dari dirinya.
Ahmad Tohari memaparkan peristiwa-peristiwa dalam novelnya dengan jelas dan teliti. Tokoh-tokohnya memiliki karakter yang kuat sesuai peran masing-masing. Penggambaran peristiwa juga dilakukan dengan baik. Setting yang jelas dan detail mengingatkan kita pada daerah asal penulis, yaitu Banyumas. Setting yang digambarkan Ahmad Tohari dalam novelnya ini dekat dengan kehidupan sehari-harinya yang membaur dengan masyarakat pedesaan. Tohari menggambarkan kembali realitas yang ada dalam masyarakat ke dalam realitas ceritanya dengan hidup.
Kastaghetek sebagai tokoh yang muncul di bagian akhir tampil dengan sisi religiusnya. Hal ini bukan tanpa maksud. Kastagethek menggambarkan bagaimana orang miskin tetapi masih dalam ketaatan pada Tuhannya dan selalu bersyukur atas segala hal yang didapatnya. Kastagethek mengajarkan banyak hal, antara lain mensyukuri nikmat Tuhan, kesetiaan, ketaatan, kesederhanaan, berserah diri pada Tuhan, dan sebagainya. Tentunya pertemuan Karman dengan Kastagethek turut memperkuat alasan Karman untuk bertaubat.
Sayangnya tema utama belum dijabarkan dengan maksimal. Tema utama novel ini adalah kembalinya kesadaran seorang muslim dalam agama dan masyarakatnya. Walaupun terdapat peran kastagethek yang religius, Karman yang baru saja keluar dari tahanan bisa langsung bertaubat, rasanya mustahil. Jatuhnya Karman ke kelompok orang-orang partai seperti Margo dan Triman kurang mendapat penjelasan yang cukup. Meskipun pengarang berhasil menjelaskan bagaimana komunis mencetak kader-kadernya, tetapi pergolakan batin Karman kurang dieksplorasi.
Masalah ateisme juga dibahas pada novel Atheis oleh Achdiat Karta Mihardja. Potret kehidupan tokoh Hasan yang sedari kecil dibesarkan dengan ajaran Islam membuat Hasan tumbuh menjadi pemuda yang alim dan paham tentang Islam. Hasan hidup dalam lingkungan keluarga yang menjadikannya taat terhadap Tuhan dan agama. Namun, hidup Hasan tidak selamanya taat. Penggambaran tokoh-tokoh seperti Rusli dan Kartini yang berpaham ideologi marxisme dan leninisme, serta Anwar dengan ideologi nihilisme mendobrak keyakinan Hasan. Hasan ditempatkan di lingkungan yang meniadakan Tuhan dalam kehidupan. Interaksi sosial yang intens antara Hasan dengan Rusli, Kartini, dan Anwar membuktikan bahwa interaksi sosial sangat mempengaruhi sudut pandang dan perilaku seseorang.
Konflik batin yang dirasakan Hasan memuncak ketika Hasan sering berkunjung ke rumah Rusli dan mendengarkan opini-opini Rusli mengenai ketiadaan Tuhan. Apalagi ditambah dengan pertemuannya dengan Kartini, jelmaan wanita yang dicintai Hasan. Cinta memang dapat membutakan segalanya. Termasuk perihal keyakinan.
Perbedaan penjabaran konflik batin antara novel Atheis dengan novel Kubah, yaitu penulis dalam novel Kubah kurang menjabarkan proses pergolakan batin tokoh Karman hingga menjadi ateis. Dalam novel Atheis, penjabaran seperti ini telah menjadi fokus penulis, sehingga terjabarkan dengan lengkap. Novel Kubah sendiri tampaknya lebih terfokus dalam penggarapan proses orang partai membentuk kader yang handal.
Informasi perihal tragedi G30S PKI menjadi pelengkap yang menonjol dalam novel ini. Dan Ahmad Tohari berhasil menggambarkannya dengan apik. Kisah pengejaran komunis yang sebenarnya jarang kita dengar, tetapi pembaca dapat merasakan ketegangan yang dahsyat dari kisah pengejaran dan pelarian komunis di masa lalu. Di samping itu, Ahmad Tohari juga melibatkan golongan muslim yang ikut berperan dalam peristiwa G30S PKI. Hal ini tidak kita temukan pada novel-novel lain yang mengangkat peristiwa G30S PKI, seperti novel Amba karya Laksmi Pamuntjak dan Pulang karya Laila S. Chudori yang lebih menyoroti latar belakang terjadinya peristiwa G30S secara keseluruhan tanpa melibatkan golongan muslim.
Ahamad Tohari memiliki kekhasan tersendiri dalam mengkritik marxisme pada masa Orde Baru. Tokoh-tokoh digambarkan dalam dua sisi, yaitu hitam dan putih. Margo misalnya, ia digambarkan sebagai tokoh komunis yang licik (tanpa ada sisi putihnya). Karman sebagai tokoh utama hanyalah manusia yang terbawa arus sejarah di Indonesia. Ia menjadi komunis dengan alasan dendam dan cinta. Itupun juga karena diiming-imingi pekerjaan yang baik. Sebenarnya banyak orang yang menjadi komunis tapi tidak tahu konsep komunis itu sendiri. Itulah pesan penting dari seorang Ahmad Tohari yang terdapat dalam novel Kubah.


Daftar Pustaka

Valbiant. 2012. Apakah Komunis Itu Ateis?. Diakses dari andabertanyaateismenjawab.wordpress.com, pada 3 Januari 2016.

Artikel “Warisan Sebuah Rezim”, Kompas, 24 September 2005 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Rika Wiijayanti - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -