- Back to Home »
- Umum »
- Bimo Wibowo: Pengusaha Bakpia Beromzet Ratusan Juta
Posted by : Rika Wijayanti
Senin, 24 November 2014
Bimo
Wibowo: Pengusaha Bakpia Beromzet Ratusan Juta
Oleh: Rika Wijayanti
Berpendidikan tinggi tidak
menjamin kesuksesan. Idiom ini yang telah dibuktikan oleh lulusan SMA Negeri 3
Tuban bernama Bimo Wibowo. Pak Bimo adalah pendiri dan pengelola usaha Bakpia Pathok
Mutiara Jogja. Di usianya yang sekarang 34 tahun, wirausahawan asal Tuban, Jawa
Timur yang telah berkeluarga ini, telah mampu melambungkan brand Bakpia Pathok Mutiara Jogja miliknya.
“Apa yang memotivasi
bapak untuk berwirausaha?” tanya penulis. “Terpaksa,” jawab Pak Bimo. Pak Bimo
dilahirkan dalam sebuah keluarga petani yang kurang mampu. Orang tuanya yang berpendidikan
minim, beranggapan bahwa tidak ada korelasi antara pendidikan dan pekerjaan.
Dengan tidak adanya dorongan motivasi maupun ekonomi dari keluarga, menyebabkan
Pak Bimo harus rela meninggalkan kuliahnya di jurusan Ekonomi tanpa menyandang gelar
sarjana. Setelah itu, Pak Bimo malang-melintang bekerja di perusahaan-perusahaan
seperti PLTU Paiton, PT. Sarlindo Utama, Sumitumo Corporation, perbankan, dan beberapa perusahaan lain secara
berpindah-pindah. Akan tetapi, maraknya program outsourcing pada tahun 2004, membuatnya tidak nyaman dalam bekerja.
Pada masa itu, para pekerja bekerja bukan sebagai karyawan tetap, melainkan terikat
masa kontrak. Karena ketidaknyamanan dalam bekerja, maka lahirlah ide untuk
berwirausaha.
Yogyakarta atau sering
disebut Jogja merupakan salah satu tujuan wisata yang banyak dikunjungi oleh
wisatawan domestik maupun mancanegara. Peluang besar ini membuka mata Pak Bimo
untuk mengambil jalur usaha di bidang kuliner, khususnya oleh-oleh khas Jogja.
Jogja memiliki beberapa ikon kuliner antara lain bakpia, gudeg, yangko, dan geplak.
Dan ikon kuliner yang dipilih Pak Bimo untuk dijual adalah bakpia. Hal ini
dikarenakan bakpia merupakan salah satu produk yang tahan lama (tidak cepat
basi), telah dikenal pasar dengan baik, serta selalu identik dengan oleh-oleh
dan wisatawan.
Sepinya pembeli dan
banyaknya komplain menjadi cambuk bagi Pak Bimo untuk memproduksi bakpia. Pak
Bimo mengawali usahanya dengan menjual berbagai penganan ringan dan bakpia
titipan dari produsen lain. “Biasanya Jogja ramai di akhir pekan. Orang beli pada
hari Sabtu dan Minggu untuk dibawa ke kantor hari Senin atau Selasa. Itu banyak
komplain, kok bakpia ini keras, kok bakpia ini berjamur, dan lain-lain. Padahal
kan produk titipan, tapi kan pasti kami yang kena komplain, tokonya kita,” kata
Pak Bimo menjelaskan. Peristiwa seperti ini berdampak pada menurunnya minat
pembeli terhadap produk yang dijual. Oleh karena itu, pada bulan Maret 2008, Pak
Bimo berinisiatif memulai produksi bakpia konvensional untuk mempertahankan
pembeli dan membesarkan usahanya dengan modal awal sebesar tujuh juta rupiah.
Nama brand yang mudah diingat, akan menarik
pembeli dan akhirnya berperan pada peningkatan daya jual. Awalnya, Pak Bimo belum
menggunakan nama brand yang sekarang
dipakai yaitu Bakpia Pathok Mutiara Jogja. Beliau masih menggunakan nama Bakpia
Jaya, lalu berganti mengikuti tren nama dengan angka menjadi Bakpia 25. Kemudian,
karena banyaknya wirausahawan yang menggunakan nama sejenis (menggunakan angka),
orang cenderung kesulitan mengingat nama brand
Bakpia 25. Akhirnya Pak Bimo memiliki ide untuk mengganti nama brand tersebut dengan kata yaitu
Mutiara, sehingga menjadi Bakpia Pathok Mutiara Jogja dengan slogan “Bakpia
yang Enaknya Nggak Pernah Bohong”. Makna dari slogan tersebut adalah komitmen Bakpia
Pathok Mutiara Jogja untuk menjaga kualitas dan memperoleh kepercayaan dari
pembeli bahwa Bakpia Pathok Mutiara Jogja pasti enak. Akan tetapi, pasar yang
menentukan enak atau tidaknya produk yang ditawarkan, dengan demikian diterima
atau tidaknya produk tersebut dapat diketahui dengan indikator laku atau
tidaknya produk yang ditawarkan. Dan Bakpia Pathok Mutiara Jogja telah
membuktikan bahwa slogannya bukan hanya sekedar kata-kata, tapi menunjukan
kualitas produk yang terbukti dengan angka penjualan yang tinggi hingga saat
ini.
Pada tahun 2010, Pak Bimo
mulai mengiklankan produk bakpia konvensionalnya. Untuk memperkenalkan brand miliknya, beliau sangat
mengandalkan metode dari mulut ke mulut. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa metode
inilah yang membesarkan nama brand
miliknya. Adapun cara lain yang ditempuh yaitu dengan menjadi sponsor di
berbagai kegiatan, melalui media sosial, dan pemasangan papan iklan di titik
tertentu, tepatnya pada titik yang berpotensi dikunjungi pengunjung dari luar
kota, seperti Malioboro. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan perbandingan
pembeli lokal dan wisatawan dari luar kota yaitu 30 : 70. Karena wisatawan dari
luar kota lebih berpotensi sebagai pembeli yang konsumtif, maka dibidik sebagai
sasaran utama.
Kemudian, pada tahun
2011, Pak Bimo menemukan konsep baru bagi produknya. Sebelumnya Pak Bimo memproduksi
bakpia konvensional, dan dengan ditemukannya konsep baru, maka menjadi bakpia masa
kini yang lebih tahan lama tanpa pengawet dan pewarna, serta tersedia berbagai
inovasi rasa. Produk yang ditawarkan pun semakin beragam antara lain bakpia
dengan aneka rasa, yangko, geplak, dodol, cakar, paru, olahan tengiri, bandeng,
bebek, aneka kripik, dan aneka camilan
lain yang cocok dibeli sebagai oleh-oleh maupun teman ngemil di perjalanan. Produk-produk tersebut dibanderol dengan
harga yang terjangkau dan sebanding dengan kualitas yang diberikan antara Rp
2.000,00 (air mineral) sampai Rp 80.000,00 (olahan bebek). Sedangkan bakpia
sebagai produk utama, satu kotak dihargai Rp 25.000,00 untuk bakpia satu rasa (kacang
hijau, keju, cokelat, kumbu hitam, kumbu hijau) dan Rp 30.000,00 untuk bakpia
aneka rasa.
Setelah membuktikan
diri sebagai brand yang berkualitas
dan banyak dikenal, berbagai media massa mulai melirik brand Bakpia Pathok Mutiara Jogja. Media massa tersebut terdiri
atas media cetak yaitu koran Tribun Jogja dan beberapa stasiun televisi yang
meliput kesuksesan Bakpia Pathok Mutiara Jogja seperti RCTI, MNC TV, TVRI,
Kompas TV, dan Jogja TV. Demikian, media massa tersebut memiliki andil dalam
upaya memperluas eksistensi Bakpia Pathok Mutiara Jogja, sehingga lebih dikenal
oleh masyarakat luas. Dan untuk menjangkau wilayah pemasaran yang lebih luas,
pak Bimo juga menyediakan layanan paket ke seluruh Indonesia.
Setahun kemudian, yaitu
pada tahun 2012, brand Bakpia Pathok Mutiara
Jogja booming. Pada bulan Oktober 2012,
Pak Bimo mulai menempati rumah produksi di Jl. Manisrenggo Km 0,5 Tlogo,
Prambanan, Klaten (utara stasiun Prambanan). Dan seiring perkembangannya, Pak
Bimo terus menambah toko hingga sekarang memiliki 5 toko yaitu di rumah
produksi dan 4 lainnya di sepanjang jalan Solo, tepatnya Jl. Jogja-Solo Km 9
Yogyakarta (100 m timur pasar Sambilegi), Jl. Jogja-Solo Km 10 Yogyakarta (100 m
timur bandara Adisucipto), Jl. Jogja-Solo Km 10,5 Yogyakarta (depan patung Garuda
AAU), dan Jl. Jogja-Solo Km 17 Prambanan, Klaten (timur candi Prambanan).
Tidak ada jalan tol
untuk menuju kesuksesan. Tantangan berupa minimnya modal, kompetitor dan
kenaikan harga bahan baku selalu menghantui para wirausahawan, tidak terkecuali
Pak Bimo. Tantangan-tantangan tersebut dihadapi Pak Bimo dengan berbagai
inovasi. Dengan modal awal yang relatif kecil yaitu sebesar tujuh juta rupiah,
mengharuskan Pak Bimo memutar otak dalam pengelolaan keuangan. Pasalnya, modal
tersebut harus cukup untuk biaya produksi bakpia dan biaya sewa toko untuk
berjualan sebesar 17 juta rupiah per tahun. Untuk mengatasi masalah sewa,
beliau mengandalkan negosiasi dan kepercayaan. Kemudian, pada masa pergantian
kepemimpinan yang akan datang, kenaikan harga bahan baku untuk produksi tidak
dapat dihindari. Di tengah himpitan biaya produksi yang melambung, para
pewirausaha harus tetap mempertahankan daya jual produknya. Salah satu pilihan
inovasi yang akan dilakukan Pak Bimo yaitu dengan mengurangi kuantitas tanpa
mengurangi kualitas. Melalui hal ini, harga akan tetap stabil. Dan komitmen yang
tertera pada slogan “Bakpia yang Enaknya Nggak Pernah Bohong” tetap terjaga.
Artinya, beliau tidak akan pernah mempermainkan rasa untuk menjaga kualitas
produknya, “Rasa sudah paten!” kata Pak Bimo menegaskan. Lalu, tantangan lainnya
yaitu kompetitor dengan usaha sejenis. Selain mempertahankan kualitas
produknya, inovasi lain yang telah dilakukan Pak Bimo yaitu dengan menambah
varian rasa pada produk-produknya, sehingga tidak kalah saing dengan produk
sejenis.
Merugi adalah hal biasa
dalam berwirausaha. Sebagai wirausahawan, Pak Bimo juga pernah mengalami
kerugian terutama saat awal mula berwirausaha, tepatnya sebelum menempati rumah
produksi. Pernah dalam sehari, beliau hanya mendapat pemasukan Rp 8.000,00.
Namun dengan keuletan dan komitmennya, ia dapat bangkit mengembangkan usahanya
dan mendapat tempat di hati masyarakat selaku pembeli, sehingga usahanya dapat
berkembang sampai saat ini.
Bermanfaat untuk orang lain. Bermula dari prinsip ini,
kini Pak Bimo telah melebarkan sayap
usahanya dan mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi puluhan pekerja yang
berasal dari daerah sekitar Prambanan. Dengan omzet ratusan juta rupiah per
bulan, beliau mampu menghidupi keluarganya dan para pekerja. “Saya berharap
agar brand ini makin dikenal, Jogja
semakin dikenal,” kata Pak Bimo mengakhiri perbincangan dengan penulis pada
Jum’at (26/9/2014) di rumah produksi.
Maaf kak mau titip info 5 Pengusaha Muda Sukses Indonesia Dibawah 20 Tahun
BalasHapus